Jumat, 13 Februari 2015

Tugas Cerpen



Perpisahan
 Aku mulai tersadar, dan telah terbangun dari perjalanan indah mimpi semuku bersama gadis pujaanku. Aku telah membuka mata setelah sekian lama terpejam menikmati malam indahku, berkelana menanti senja kala siang bangunkanku. Gadis tempat kumenggantung asa telah lama pergi. Ia tak pernah kembali usai pernikahan singkat lalu. Meski mentari senja masih tak jemu melakukan rutinitas menikah-ceraikan siklus waktu : siang-malam. Yah, gadis itu tak pernah kembali lagi mengiringi mentari senja. Ia pergi seiring tenggelamnya mentari di ufuk pada hari itu. Entah untuk mencari dan menemukan galaksi baru, dengan bintang barunya yang mungkin sinarnya jauh lebih terang dibanding dengan sinar bintang satu-satunya di galaksi Bimasakti : Matahari. Entah, mungkin di sana ia juga akan menemui pemuda lain untuk diberi penawaran yang membingunkan, untuk memilih siang atau malam saat kita berada di antara keduanya.

            Aku masih mengenang senja. Air mata perpisahan gadis pujaan hati telah mengkristal. Membentuk butiran permata berkilau yang tak terkalahkan sinarnya oleh permata terindah yang pernah diketemukan di plenet ini sekalipun. Namun, seperti halnya perhiasan apapun – tetaplah perhiasan, ia hanya berbicara melalui nostalgia ingatan penglihatnya. Gadis itu hanya meninggalkan sejarah yang mungkin bisa kumeseumkan. Air matanya mengkristal, bagaimanapun – tetaplah benda perhiasan, gadis senja tak pernah kembali.

            Di sini, di galaksi ini, aku telah terbangun di pagi hari. Aku menyadari kedatangan bintang satu-satunya galaksi tempatku berada kini : Matahari. Di momen ini, teringat bagaimana gadis itu membayangkan satu bintang, membuat miniatur bintang imajinernya. Teringat pula saat ia menawarkanku untuk memilih siang ataukan malam, namun tak kupilih keduanya. Dan gadis itu berlalu pergi meninggalkan air mata yang telah mengkristal, kini. Yah, ia telah pindah ke galaksi lain mencari dan menemukan bintang barunya. Kurasa, air mata kristalnya ini juga berguna untuk memberikan sinyal melalui pancaran cahaya sehingga aku masih tetap bisa berkomunikasi dengannya, pun hanya sekedip. Tanpa tatap muka, di ruang hampa. Mungkin, seperti saat kau menyalakan senter di tengah laut saat helikopter penyelamat melintas di atasmu, dan ia tak melihatmu – ternyata.

            Aku melanjutkan hidup di galaksi ini, bersama keceriaan sinar mentari pagi yang mengirimkan energi quark-quarknya untuk menggairahkan bunga-bunga di tamanku. Di sini, di galaksi ini, aku telah tersadar, bahwa aku tak lagi berada dalam senja yang merumitkan itu. aku tak lagi dibingungkan dengan siang atau malam. Usai perpisahan itu, aku sadari bahwa aku telah melewati malam panjangku bersama mimpi-mimpi dan kini telah kusambut pagi dengan sinar mentari yang menghangatkanku. Ku sapa bunga-bunga yang menari riang menyambut pasukan sinar. Satu bunga terlihat amat berbeda dari kebanyakannya, aku memetiknya. Namun, betapa kagetnya aku, tiba-tiba ia terbang seperti kupu-kupu, lalu berputar-putar di atas kepalaku. “Bolehkah aku hinggap disini, di bahumu ini?” tanyanya. Aku masih kebingungan, tapi mulutku dengan spontan langsung saja berucap : “yah, silahkan jika itu membuatmu gembira” jawabku sekenanya.  Ia secepat kilat meluncur lalu hinggap dan tertawa riang sekali. “Terima kasih banyak wahai kesatria, sekarang bawalah aku kemanapun kau mau. Aku ingin bersamamu selalu”. Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi ini. Dia bunga teraneh yang pernah kutemui, ini di luar kebiasaan. Aku juga masih tak percaya dengan apa yang aku lakukan. Aku memetik bunga, dan bunganya terbang berputar-putar di atas kepalaku. Lalu seperti seorang putri yang baru saja dibebaskan pangeran pemberani dari penjara ratu sihir, bunga itu lantas hinggap di bahuku, mungkin sebagai tanda terima kasih. Bunga yang aneh, perpaduan kaktus di tanah tandus, dan teratai di air, sungguh aneh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar